Senin, 26 April 2010

PAKEM

Pengantar:
Materi Pembelajaran di bawah ini merupakan hasil dari In-Service Training Bagi KKG/MGMP Tahun 2010 yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur di Surabaya. Kegiatan In-Service Training itu sendiri merupakan serangkaian tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman antara Kepala LPMP Jawa Timur dengan ketua KKG/MGMP yang menerima dana Block Grant. Kegiatan itu sendiri tepatnya dilaksanakan pada Senin, 19 April 2010 sampai Kamis, 22 April 2010. Utusan dari MGMP Geografi SMA Negeri Kabupaten Malang adalah Drs. Ibnu Harsoyo, guru Geografi SMA Negeri 1 Pagak. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

PEMBELAJARAN PAKEM

Disampaikan pada Pembekalan In-Service Training

Program Block Grant KKG/MGMP

di SLB Bedali, Lawang, Malang

Disusun oleh:

Tim Widyaiswara LPMP Jawa Timur

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN JAWA TIMUR

2010


PAKEM: Pendekatan Pembelajaran

di Sekolah Dasar

Tujuan Umum

Peserta pelatihan memahami konsep PAKEM, dapat merancang pembelajaran, dan dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pendekatan PAKEM.

Tujuan Khusus

  • Peserta pelatihan memahami konsep dan prinsip-prinsip Pendekatan PAKEM
  • Peserta pelatihan menyusun silabus dan RPP mata pelajaran tertentu menggunakan pendekatan PAKEM
  • Peserta pelatihan mampu melaksanakan RPP PAKEM dalam praktik pembelajaran di kelas atau kegiatan simulasi antarteman.


BAGIAN SATU: GAMBARAN UMUM

1. Pendahuluan

Otonomi sekolah yang digulirkan beberapa tahun yang lalu sebagai wujud desentralisasi pendidikan dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan potensi daerah. Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswa adalah pendidikan yang dapat membekali siswa dengan kemampuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk kehidupannya yang akan datang dan memenuhi tuntutan dunia kerja.

Pelaksanaan otonomi sekolah dilakukan dengan penerapan program MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang dikembangkan Ditjen Mandikdasmen, bertujuan untuk peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan manajemen sekolah, peningkatan mutu pembelajaran, dan pelibatan masyarakat dalam pembelajaran. Gagasan MBS ini tidak lain sebagai wujud dari tanggungjawab pendidikan yang tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi sekaligus tanggungjawab sekolah/pendidik dan masyarakat. Dengan demikian, hasil dan kualitas pendidikan menjadi tanggungjawab bersama.

Berbicara tentang kualitas atau mutu pendidikan sebenarnya terletak dalam proses pembelajaran di kelas, di mana guru mempunyai peran sentral dalam menciptakan berlangsungnya proses pembelajaran yang bermakna. Siswa diberdayakan dalam pembelajaran dengan mengaktifkan mereka, membuat mereka kreatif, dan kegiatan belajar dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan, dan hasilnya efektif sesuai dengan kompetensi yang seharusnya dicapai dan sesuai dengan program yang telah ditetapkan guru. Pendekatan pembelajaran ini dikenal sebagai PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Jadi, peningkatan mutu pembelajaran harus dilakukan bersama-sama melalui perbaikan manajemen sekolah (MBS), perbaikan mutu pembelajaran yang berorientasi pada karakteristik anak belajar (PAKEM), dan melibatkan peran serta masyarakat (PSM).


2. PAKEM adalah Pendekatan Pembelajaran

PAKEM adalah pendekatan pembelajaran, bukan metode atau strategi pembelajaran. Pendekatan dapat dimaknai sebagai cara pandang terhadap sesuatu, sedangkan metode adalah bagian dari pendekatan. Metode bisa berupa diskusi kelompok, ceramah, tanya jawab, penugasan, demonstrasi, eksperimen, karyawisata; dan kegiatannya bisa berupa siswa melakukan percobaan, wawancara, membuat denah, membaca peta, membaca dan menulis ragam teks, dan sebagainya. Semua ini dilakukan dengan cara mengaktifkan anak, mendorong munculnya kreativitas, dilaksanakan dalam suasana belajar yang menyenangkan, dan diharapkan mencapai hasil belajar yang efektif.

Menurut teori Konstruktivisme, belajar adalah proses membangun makna atau pemahaman dan ini hanya bisa dilakukan kalau siswa aktif (mental dan fisik), melibatkan semua indera (Suparno, 1997:49). Belajar tidak hanya proses individual, tetapi juga proses social di mana anak dapat saling berinteraksi sehingga terasah kecerdasan intelektual, emosional, dan sosialnya sekaligus. Pada diri anak juga ditanamkan bahwa belajar bukan hanya di bangku sekolah, tetapi harus menjadi kegiatan sepanjang hayat. Melalui kegiatan interaksi dengan sesama teman, guru, bahan ajar, dan lingkungan, anak dilatih dapat mengembangkan berpikir kritis dan kreatif.

Bagaimana mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif melalui interaksi dalam belajar? Sebagaimana kita ketahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) yang fungsional sebagai kemampuan dasar harus dimiliki setiap anak, semua ini akan terwujud jika anak dilatih terus-menerus, baik melalui belajar mandiri maupun berkelompok. Pengalaman membaca beragam teks dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, sekaligus membantu mengembangkan kreativitasnya dalam menulis. Demikian pula belajar matematika agar bermakna bagi anak, harus dikaitkan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Semua kegiatan ini harus menyenangkan dengan menerapkan beragam pengelolaan kelas, kadang individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal. Belajar tidak hanya di dalam kelas, tetapi sekali-sekali juga perlu di luar kelas agar pengalaman anak beragam. Dengan mengalami langsung dan belajar hal-hal baru yang menantang, diharapkan hasil belajar akan efektif dan mencapai tujuan sesuai perencanaan.

  1. Mengapa PAKEM ?

Menurut Jean Piaget, perkembangan berpikir manusia dibagi dalam 4 tahap. Tahap I (usia 0-2 tahun) tahap sensorimotorik, tahap II (usia 2-7 tahun) tahap pra-operasional, tahap III (usia 7-12 tahun) tahap operasional konkret, dan tahap IV (usia 12-dewasa) operasional formal (Piaget dalam Suparno, 1997: 34). Berdasarkan tahapan perkembangan berpikir itu, maka siswa SD berada pada tahap operasional konkret. Artinya kalau guru menjelaskan suatu konsep baru harus disertai dengan alat peraga yang dapat dilihat, dicium, atau diraba. Sementara, anak juga punya potensi lahir yang berupa rasa ingin tahu yang tinggi dan daya imajinasi. Potensi ini akan berkembang jika dilayani sesuai dengan hakikat anak belajar, yakni bahwa anak suka meniru apa yang dilakukan orang dewasa, anak belajar sambil bermain dan berbuat, dan anak belajar menggunakan banyak indera. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran yang cocok adalah dengan menggunakan benda-benda konkret di mana anak bisa memanipulasi dengan kemampuan berpikir dan kinetiknya (gerak/berbuat).

Selain itu, menurut hasil riset Neurologi, perkembangan otak manusia mencapai 80% terjadi pada usia 0 sampai 8 tahun. Setelah itu akan terus berkembang tetapi semakin lamban (dalam Pedoman Tematik, Puslitjaknov,2007:9). Jadi pada kelas-kelas awal SD, anak berada pada usia emas (golden age). Oleh karena itu, guru harus melayani belajar anak sesuai dengan hakikat dan tahap perkembangannya, sehingga anak dapat mengembangkan keingintahuan dan potensinya secara maksimal, termasuk bakat dan minatnya. Proses belajar aktif yang sesuai dengan karakteristik belajar anak, tentu juga akan mengembangkan kemampuan berbahasa/berkomunikasi sejalan dengan kemampuan berpikirnya. Belajar melalui kerja kelompok, mengembangkan kemampuan berinteraksi dengan bertanya, mengemukakan pendapat, mengekspresikan gagasan, bercerita/ menceritakan pengalaman adalah sarana mengembangkan kemampuan berbahasa, sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar.

4. Bagaimana Melaksanakan PAKEM?

Dengan mengetahui hakikat dan tahapan perkembangan berpikir anak, maka guru dalam melaksanakan pembelajaran hendaknya mengacu pada cara anak belajar. Belajar adalah proses membangun makna/pemahaman yang dilakukan secara aktif (mental dan fisik) oleh anak, belajar berarti harus mengalami langsung (Piaget dalam Trianto, 2007:13). Selain itu, anak sebelum pergi ke sekolah sudah mempunyai gagasan dan gagasan awal anak harus digunakan guru dalam menanamkan konsep baru. Ausubel mengatakan bahwa belajar akan bermakna jika informasi baru dihubungkan dengan strukur pengertian (gagasan awal) yang sudah dipunyai anak yang sedang belajar (dalam Suparno, 1997:54). Oleh karena itu, tidaklah pada tempatnya jika guru menganggap anak adalah gelas kosong yang harus diisi pengetahuan. Anak ibaratnya tanaman yang harus dirawat dengan baik. Sebagai pembelajar, anak adalah tanaman yang sudah punya potensi untuk tumbuh dan berkembang, tinggal bagaimana guru mengembangkan sesuai dengan potensinya.

Tugas guru menyediakan kegiatan pembelajaran yang beragam sehingga potensi anak dapat berkembang maksimal. Melatih anak untuk bertanya, mengemukakan pendapat, berdiskusi dalam kelompok kecil, bercerita, dan bermain peran sangat baik untuk meningkatkan interaksi dengan sesama teman, sekaligus meningkatkan kemampuan berbahasanya. Belajar dengan mengalami langsung seperti melakukan pengamatan, percobaan, wawancara dengan nara sumber adalah cara belajar yang mengaktifkan anak karena anak belajar sambil berbuat dan menggunakan semua inderanya. Misalnya, belajar IPS sambil bermain peran sebagai delegasi KTT ASEAN adalah kegiatan yang menyenangkan karena anak bisa melatih keberanian dan rasa percaya diri dalam suasana yang kelas yang menyenangkan.

Kegiatan pembelajaran di atas dapat dilakukan bervariasi: kelompok kecil, berpasangan, individual, dan klasikal. Kegiatan pembelajaran sekali-sekali juga perlu dilakukan di luar kelas ketika anak harus mengamati lingkungan, berkunjung ke puskesmas atau kantor kelurahan, atau mewawancarai pak tani yang sedang bekerja di sawah di dekat sekolah. Variasi ini perlu untuk menghindari kejenuhan, dan yang lebih penting adalah untuk tetap menjaga kegiatan belajar tetap menarik dan menantang. Menggunakan beragam metode mengajar dan beragam kegiatan belajar yang mengaktifkan anak, serta mendorong munculnya kreativitas sebagai hasil belajar harus menjadi perhatian guru.

Pentingnya ketersediaan alat peraga atau alat bantu belajar harus juga menjadi perhatian guru karena anak masih dalam tahap berpikir operasional konkret, sehingga tanpa alat peraga yang dapat dilihat, anak tidak akan banyak belajar. Pepatah China mengatakan, “Saya mendengar saya lupa; saya melihat saya ingat; saya mengerjakan saya lebih mudah memahami.” Di sinilah pentingnya benda atau obyek bisa dilihat anak. Kalau tidak ada obyek, pembelajaran akan menjadi verbalistik karena semua materi diceramahkan guru, dan akhirnya tidak pernah terjadi proses belajar dalam diri anak.

Selain alat peraga, guru juga perlu menyediakan sumber belajar yang beragam, termasuk menggunakan lingkungan. Buku yang selama ini menjadi satu-satunya sumber belajar yang harus dihabiskan halaman demi halaman karena mengejar target kurikulum, kiranya sudah tidak pada zamannya lagi. Kurikulum berbasis kompetensi menyarankan guru menggunakan apa pun: media cetak (surat kabar, majalah, buku-buku cerita dan pengetahuan, buku biografi, buku paket, kamus, ensiklopedi, buku telepon), media elektronik (rekaman kaset dan CD, siaran radio dan tv), peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di sekitar anak, serta lingkungan. Tuntutan kepada siswa bukan lagi sekedar pengetahuan kognitif, tetapi kompetensi yang merupakan keterpaduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat ditunjukkan dalam bentuk perilaku, maka sumber belajarnya dapat menggunakan apa pun yang ada di sekeliling anak.

Dilihat dari komponen PAKEM, proses belajar seperti di atas dapat dikatakan sudah memenuhi kebutuhan anak belajar, yakni anak mengalami langsung dengan mewawancarai petani dan mengamati areal persawahan. Dalam mempersiapkan pertanyaan wawancara, mengolah hasilnya, dan membuat laporan, mereka dapat berinteraksi dengan teman-teman kelompoknya. Dalam proses belajar ini, setiap kelompok dapat mencari informasi yang berbeda, misalnya ada yang wawancara dengan petani, polisi lalulintas, pengusaha kerajinan, pedagang kakilima, dan sebagainya agar informasi yang diperoleh anak sekelas beragam, dan antarkelompok bisa saling belajar hal baru. Kemudian masing-masing kelompok dapat mempresentasikan hasil laporan atau mengkomunikasikan informasi yang telah diperolehnya dengan cara dipajangkan sehingga dapat dibaca teman-teman lain.

Melalui mengamati hasil karya yang dipajangkan, selain setiap anak dapat memahami dan mendalami setiap informasi dengan baik, sekaligus juga belajar informasi berbeda yang disampaikan kelompok lain. Di sini anak sebetulnya tidak hanya saling belajar, tetapi juga dapat memotivasi mereka untuk berkarya lebih baik manakala melihat hasil karya temannya lebih baik. Guru harus memahami hal ini sehingga dapat mendorong dan membimbing anak-anak untuk meningkatkan prestasi. Anak dilatih melakukan refleksi pada setiap akhir pelajaran. Tanyakan apakah mereka menikmati dan senang dengan pelajaran hari ini? Apa yang sangat berkesan bagi mereka? Apa yang belum mereka pahami dan ingin pelajari lebih lanjut? Jadi, mengakhiri pelajaran jangan hanya membuat kesimpulan dan memberikan PR, tetapi melatih anak melakukan refleksi sangat penting, karena hasil refleksi anak ini banyak sekali manfaatnya. Hasil refleksi tidak hanya diperlukan untuk membantu memperbaki proses dan kemajuan belajar anak, tetapi bagi guru dapat untuk memperbaiki program dan pelaksanaan pembelajaran berikutnya sehingga diharapkan guru dapat mewujudkan tuntutan kompetensi yang dimiliki anak secara maksimal.


BAGIAN DUA: LANDASAN, KONSEP, DAN PRINSIP PAKEM

A. Landasan PAKEM

1. Landasan Filosofis PAKEM

Yang melandasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) antara lain filsafat Konstruktivisme yang menekankan agar peserta didik mampu mengintegrasikan gagasan baru dengan gagasan atau pengalaman awal yang telah dimiliki peserta didik. Harapannya mereka mampu membangun makna bagi fenomena yang berbeda. (Lihat Paul Suparno)

Di samping itu, juga filsafat Pragmatisme yang menekankan agar dalam pembelajaran peserta didik sebagai subyek yang aktif, sementara guru sebagai fasilitator (Lihat Ornstein & Levine, 1985).

Sekurang-kurangnya dua filsafat pendidikan tersebut yang melandasi pendekatan PAKEM. Tujuannya dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan daya serap peserta didik terhadap bahan ajar meningkat sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar.


2. Landasan Hukum/Yurisdis PAKEM

Yang menjadi landasan hukum pendekatan PAKEM adalah:

a. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

b.PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

c. Kepmendiknas No. 129a tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan


B. Konsep Dasar PAKEM

PAKEM adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan belajar yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman dengan penekanan pada belajar sambil bekerja (learning by doing), sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar, termasuk pemnafaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih bermakna, menarik, menyenangkan, dan efektif (Lihat Buku Paket Pelatihan PAKEM Unit 04)

Dari pengertian di atas, jelas bahwa pendekatan PAKEM meskipun yang diharapkan pertama dan utama keaktifan dan kekreatifan peserta didik, namun sebenarnya guru pun dituntut untuk aktif dan kreatif pula. Agar pendekatan PAKEM ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sudah tentu guru harus merancang pembelajarannya dengan baik, melaksanakannya dengan baik, dan akhirnya menilai hasil pembelajaran dengan baik pula. Di samping keaktifan guru, kreativitas guru juga sangat menentukan apakah skenario pembelajarannya dapat berjalan atau tidak.


C. Alasan Penerapan PAKEM

Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa pendekatan PAKEM diterapkan di Indonesia, yakni:

1. PAKEM lebih memungkinkan peserta didik dan guru sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama ini kita mengenal pembelajaran model konvensional yang dinilai hanya guru yang aktif (monologis), sementara peserta didiknya pasif, sehingga pembelajarannya dinilai menjemukan, kurang menarik, dan tidak menyenangkan.

2. PAKEM lebih memungkinkan, baik peserta didik maupun guru sama-sama kreatif. Guru berupaya kreatif, mencoba berbagai cara melibatkan semua peserta didiknya dalam pembelajaran. Sementara peserta didik juga dituntut kreatif pula dalam berinteraksi dengan sesama teman, guru, maupun bahan ajar dengan segala alat bantunya sehingga pada akhirnya hasil pembelajaran dapat meningkat.


D. Ciri-ciri/Karakteristik PAKEM

Sebagaimana telah kita ketahui PAKEM merupakan kependekan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dari kata-kata itulah kita dapat mengetahui ciri-ciri atau karakteristik dari PAKEM itu sendiri.

1. Aktif

Ciri pertama pendekatan pembelajaran PAKEM adalah aktif. Maksudnya pembelajaran ini memungkinkan peserta didik berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi obyek-obyek yang ada di dalamnya dan mengamati pengaruh dari manipulasi obyek-obyek tersebut. Dalam hal ini guru pun terlibat secara aktif, baik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajarannya.

2. Kreatif

Ciri kedua pembelajaran ini adalah kreatif. Maksudnya pembelajarannya membangun kreativitas peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar, dan sesama peserta didik, utamanya dalam menghadapi tantangan atau tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru pun dituntut untuk kreatif dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran PAKEM ini.

3. Efektif

Ciri ketiga pembelajaran model ini adalah efektif. Maksudnya, dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik.

4. Menyenangkan

Ciri keempat pembelajaran ini adalah menyenangkan. Maksudnya, pembelajaran PAKEM dirancang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Dalam kaitan ini, Rose and Nicholl (2003) mengatakan bahwa pembelajaran yang menyenangkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Menciptakan lingkungan tanpa stress, lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namun harapan untuk sukses tetap tinggi.

b. Menjamin bahwa bahan ajar itu relevan. Anda ingin belajar ketika Anda melihat manfaat dan pentingnya bahan ajar.

c. Menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada umumnya hal itu terjadi ketika belajar dilakukan bersama dengan orang lain, ketika ada humor dan dorongan semangat , waktu rehat dan jeda teratur, serta dukungan antusias.

d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan.

e. Menantang peserta didik untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengekspresikan apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk memahami bahan ajar.

f. Mengkonsolidasikan bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode yang relaks.

Agar pembelajaran dapat menyenangkan dan efektif perlu melibatkan pembelajaran multi-indera (Lihat Hernowo, 2005):

1) Dengan membaca dan memvisualisasikan bahan ajar….berati Anda telah melihatnya ---------à Visual

2) Dengan memberi fakta kunci keras-keras, mengajukan pertanyaan, dan menjawabnya…berarti Anda telah mendengarnya ------à Auditorial

3) Dengan menuliskan pokok masalah pada kartu dan menyusunnya dalam urutan logis…berarti Anda telah melakukannya-à Kinestetik/Fisik.

Di samping itu, pelibatan otak kiri dan kanan dalam pembelajaran dapat meningkatkan efektivitas dan rasa senang dalam belajar. Yang termasuk dalam otak kiri (logika) dan otak kanan (emosi) adalah:

Otak Kiri

Otak Kanan

  • Perencanaan
  • Outline
  • Tata bahasa
  • Penyuntingan
  • Penulisan kembali naskah
  • Penelitian
  • Tanda baca

  • Semangat
  • Spontanitas
  • Emosi
  • Warna
  • Imajinasi
  • Gairah
  • Ada unsur baru
  • Kegembiraan


Dalam PAKEM sebaiknya kita menggunakan SAVI, yaitu:

- Somatis : belajar sambil bergerak dan berbuat

- Auditori : belajar dengan berbicara dan mendengarkan

- Visual : belajar dengan mengamati dan menggambarkan

- Intelektual: belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.

E. Komponen PAKEM

Sekurang-kurangnya ada empat komponen PAKEM, yaitu:

    1. Mengalami: dalam hal ini peserta didik mengalami secara langsung dengan memanfaatkan banyak indera. Bentuk konkretnya adalah peserta didik melakukan: pengamatan, percobaan, penyelidikan, wawancara. Jadi, peserta didik belajar banyak melalui berbuat.
    2. Interaksi: dalam hal ini interaksi antara peserta didik itu sendiri maupun dengan guru baik melalui diskusi/tanya jawab maupun melalui metode lain (misalnya, bermain peran) harus selalu ada dan terjaga karena dengan interaksi inilah pembelajaran menjadi lebih hidup dan menarik.
    3. Komunikasi: dalam hal ini komunikasi perlu diupayakan. Komunikasi adalah cara kita menyampaikan apa yang kita ketahui. Interaksi tidak cukup jika tidak terjadi komunikasi. Bahkan interaksi menjadi lebih bermakna jika interaksi itu komunikatif.
    4. Refleksi: merupakan hal penting lainnya agar pembelajaran itu bermakna. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya refleksi dari si peserta didik ketika mereka mempelajari sesuatu. Refleksi di sini maksudnya adalah memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan atau yang sudah dipelajarinya. Dengan refleksi kita bisa menilai efektif atau tidaknya pembelajaran. Jangan-jangan setelah direfleksi ternyata pembelajaran kita yang menyenangkan, namun tingkat penguasaan substansi atau materi masih rendah atau belum tercapai sesuai yang kita harapkan.


Daftar Pustaka

Suparno, Paul.1997 Filsafat Konstruktivisme dalam Pemdidikan.

Jakarta: Penerbit Kanisius

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka

Puslitjaknov, Balitbang Diknas. 2007. Pedoman Ujicoba Pembelajaran Tematik.

Jakarta: Puslitjaknov Balitbang Diknas

Paket Pelatihan Lanjutan PAKEM (UNICEF)

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Kepmendiknas No. 129a tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Pendidikan

Powerpoint PAKEM dari UNICEF

Ornstein & Levine (1985) Foundation of Education.




Selengkapnya...